Saturday, 29 October 2016

Bagaimana Menjadi Guru Inspiratif

Pendidikan dianggap sebagai hal yang berlangsung sejak lama dan merupakan hal yang biasa-biasa saja seperti yang dulu. Untuk itu, ada sebagian guru masih cenderung untuk bersikap elitis dengan selalu mengagungkan kekuasaan dan menganggap dirinya sebagai sumber yang "serba bisa". Padahal pola ini sudah tidak lagi relevan dan memerlukan kesadaran untuk berubah.

Keberadaan pola ini dapat menyebabkan tidak adanya perubahan dalam dunia pendidikan. Sebagai dampaknya, hasil anak didikan yang menjadi output hanya memiliki kemampuan yang sama atau kurang dari yang dimiliki oleh gurunya.

Bagaimana menjadi guru inspiratif

Guru bukanlah sekedar hanya mentransfer ilmunya tetapi lebih dari itu memberikan didikan dan menjadi inspirasi tersendiri pada siswa untuk belajar sehingga ketika ia mengajar siswa merasa senang dan termotivasi untuk selalu mengikuti pelajaran dengan sebuah konsekuensi bahwa apa yang diajarkan itu merupakan hal yang menarik dan dapat dipahami siswa.

Pada ranah demikian , guru dituntut untuk selalu membenahi diri untuk selalu mengerti kebutuhan siswa dan mengupayakan agar siswa tidak merasa jenuh sehingga seolah-olah di penjara dalam sekolah.

Bagaimana seharusnya peran guru? Untuk menjadi guru yang inspiratif ini memang tidak mudah karena dirinya harus membawa sesuatu yang tidak biasanya, mampu menembus batas tradisi, dan kreatif.

Melihat kondisi sekolah umumnya di negara kita, guru memang terbelenggu oleh ketentuan administratif yang harus dipatuhi seperti target pencapaian pada kurikulum, ketuntasan belajar (KB), silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sesuai ketentuan yang telah ada bahwa wujud pelaksanaan pendidikan di sekolah tertuang dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler dan intrakurikuler.

Dalam kegiatan intrakurikuler tidak jarang guru dalam interaksinya terhadap para siswanya mampu mengembangkan potensi yang dimiliki mereka. Padahal tujuan pendidikan sebenarnya adalah mengembangkan secara menyeluruh  potensi anak didik melalui kreativitas dan bisa berpikir kreatif dan responsive.

Dengan demikian proses pendidikan yang ada di sekolah seharusnya tidak hanya selalu berorientasi pada aspek kognitif saja atau dengan kata lain mengacu pada nilai, tetapi juga harus dapat mengembangkan nilai-nilai lain seperti spiritual, kepribadian, emosional, dan sosial.

Dalam hal ini ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam proses pembelajaran di kelas yaitu:

Baca juga : Cara menghadapi kenakalan anak SD

1. Melalui Pendekatan Kecerdasan Emosion Emosional

Pada ranah inilah, guru sebenarnya dapat membangkitkan potensi para siswa untuk menempuh kesuksessan dengan mengembangkan rasa simpati dan empati kepada sesama, sifat kerja keras, dan rasa tanggung jawab yang tinggi.

Pendekatan emosional yang dapat dilakukan misalnya, dengan selalu menebarkan energi positif pada anak didik, toleransi terhadap ketidak sempurnaan, dan mencintai sepenuh hati para siswa dengan perbedaan yang telah dimiliki.

2. Melalui Pendekatan Kecerdasan Spiritual.

Pada ranah pendekatan ini, yang harus dilakukan guru adalah meningkatkan potensi para siswa dengan membangkitkan spiritual dan tata krama dengan cara menanamkan nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam Agama.

3. Melalui Pendekatan Kecerdasan Sosial.

Guru dapat menanamkan pada siswa perlunya menyadari bahwa latar belakang mereka berbeda-beda baik suku, bahasa, agama bahkan tingkat ekonominya, tetapi di sisi lain manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri.

Oleh karena itu penting untuk mengembangkan sikap kerja sama, simpati, empati, tenggang rasa, dan budi pekerti yang luhur pada setiap para siswa. Cara yang dilakukan dengan mempraktekkan 5 S ( senyum, sapa, salam, sabar, dan syukur)

Melalui tiga pendekatan tersebut, guru dapat menjadi inspirasi bagi setiap anak didiknya. Hal ini dilakukan agar kedepannya anak didik dapat sukses dalam kehidupannya baik ketika dia bekerja  maupun ketika ia menjadi seorang pemimpin.

Sumber : Elin Rosalin

No comments:

Post a Comment